Oleh:
Dr. Romi Librayanto, S.H., M.H
Beberapa waktu terakhir, publik dihebohkan dengan munculnya virus jenis baru yang dapat menyerang sistem pernapasan. Virus yang diketahui pertama kali berasal dari Kota Wuhan, China ini dikenal dengan nama Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Penyebaran COVID-19 yang tergolong cepat membuat Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkannya sebagai pandemik atau wabah penyakit global. Hingga saat ini, persebaran COVID-19 telahmenjangkiti hampir seluruh negara yang ada di dunia, termasuk salah satunya Negara Indonesia.
Untuk menanggulangi tersebarnya COVID-19 di Wilayah Indonesia, Pemerintah setidaknya dapat mengacu kepada Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang memang sejatinya dibentuk untuk memberi perlindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia serta mengatasi terjadinya gangguan kesehatan akibat dari munculnya penyakit dengan penyebaran yang lebih cepat dan berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Namun, untuk mewujudkan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dibutuhkan adanya instrumen peraturan perundang-undangan lain yang dapat mengatur secara teknis penerapannya. Kebutuhan instrument tersebut tentu harus dipenuhi untuk mengefektifkan peberlakuan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan ini.
I. Saat Berlaku UU No. 6 Tahun 2018
Pasal 98 UU ini menetapkan bahwa “Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan”. UU ini diundangkan di Jakarta pada Tanggal 8 Agustus 2018. Pengundangannya termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 128.
II. Perintah Pengaturan Lebih Lanjut
Pasal 96 Ayat (1) UU yang mulai berlaku pada Tanggal 8 Agustus 2018 ini menetapkan bahwa:
“Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan”.
Wujud dari “peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini” sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 96 Ayat (1) dapat dilihat pada berbagai ketentuan dalam UU ini yang memerintahkan untuk melakukan pengaturan lebih lanjut ke peraturan yang derajatnya lebih rendah. Berikut adalah berbagai perintah pengaturan lebih lanjut ke peraturan yang derajatnya lebih rendah tersebut beserta ketentuan yang harus diatur lebih lanjut, yaitu:
a. Perintah Pengaturan Lebih Lanjut kepada Peraturan Pemerintah
Perintah pengaturan lebih lanjut kepada Peraturan Pemerintah dapat ditemukan pada:
- Pasal 10 Ayat (4)
Pasal 10 UU ini mengatur bahwa:
(1) Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(2) Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut penetapan Pintu Masuk dan/atau wilayah di dalam negeri yang Terjangkit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(3) Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pemerintah Pusat terlebih dahulu menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Pasal 11 Ayat (3)
Pasal 11 UU ini mengatur bahwa:
(1) Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik operasional dengan mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.
(2) Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkoordinasi dan bekerja sama dengan dunia internasional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Pasal 14 Ayat (2)
Pasal 14 UU ini mengatur bahwa:
(1) Dalam keadaan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia, pemerintah pusat dapat menetapkan Karantina Wilayah di pintu Masuk.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Karantina Wilayah di pintu Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Pasal 48 Ayat (6)
Pasal 48 UU ini mengatur bahwa:
(1) Setiap Nakhoda yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) atau Pasal 21 dikenai sanksi administratif berupa:
- peringatan;
- denda administratif; dan/atau
- pencabutan izin.
(2) Setiap Kapten Penerbang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) atau Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa:
- peringatan;
- denda administratif; dan/atau
- pencabutan izin.
(3) Setiap Nakhoda yang tidak melengkapi Dokumen Karantina Kesehatan sehingga dikeluarkan persetujuan karantina terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) huruf b dikenai denda administratif.
(4) Setiap Kapten Penerbang yang tidak melengkapi Dokumen Karantina Kesehatan sehingga dikeluarkan persetujuan karantina terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) huruf b dikenai denda administratif.
(5) Setiap pengemudi atau penanggung jawab kendaraan darat yang tidak melengkapi Dokumen Karantina Kesehatan sehingga tidak diberikan persetujuan Karantina Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
- peringatan;
- denda administratif; dan/atau
- pencabutan izin.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Pasal 60
Pasal 60 UU ini mengatur bahwa:
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b. Perintah Pengaturan Lebih Lanjut kepada Peraturan Menteri
Perintah pengaturan lebih lanjut kepada Peraturan Menteri dapat ditemukan pada:
- Pasal 15 Ayat (4)
Pasal 15 UU ini mengatur bahwa:
(1) Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk dan di wilayah dilakukan melalui kegiatan pengamatan penyakit dan Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat terhadap Alat Angkut, orang, Barang, dan/atau Iingkungan, serta respons terhadap Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dalam bentuk tindakan Kekarantinaan Kesehatan.
(2) Tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
- Karantina, Isolasi, pemberian vaksinasi atau profilaksis, rujukan, disinfeksi, dan/atau dekontaminasi terhadap orang sesuai indikasi;
- Pembatasan Sosial Berskala Besar;
- disinfeksi, dekontaminasi, disinseksi, dan/atau deratisasi terhadap Alat Angkut dan Barang; dan/atau
- penyehatan, pengamanan, dan pengendalian terhadap media lingkungan.
(3) Penyehatan, pengamanan, dan pengendalian terhadap media lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
- Pasal 19 Ayat (6)
Pasal 19 UU ini mengatur bahwa:
(1) Setiap Kapal yang:
- datang dari luar negeri;
- datang dari Pelabuhan wilayah Terjangkit di dalam negeri; atau
- mengambil orang dan/atau Barang dari Kapal sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, berada dalam Status Karantina.
(2) Nakhoda pada Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan Deklarasi Kesehatan Maritim (Maritime Declaration of Healthl kepada Pejabat Karantina Kesehatan pada saat kedatangan Kapal.
(3) Nakhoda pada Kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang setelah dilakukan Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan oleh pejabat Karantina Kesehatan.
(4) Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk memperoleh Persetujuan Karantina Kesehatan.
(5) Persetujuan Karantina Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
- persetujuan bebas karantina, dalam hal tidak ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau Dokumen Karantina Kesehatan dinyatakan lengkap dan berlaku; dan
- persetujuan karantina terbatas, dalam hal ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau Dokumen Karantina Kesehatan dinyatakan tidak lengkap dan tidak berlaku.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan di pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
- Pasal 24
Pasal 24 UU ini mengatur bahwa:
Kekarantinaan Kesehatan terhadap kapal perang, kapal negara, dan kapal tamu negara diatur dengan Peraturan Menteri berkoordinasi dengan menteri atau lembaga terkait.
- Pasal 30 Ayat (4)
Pasal 30 UU ini mengatur bahwa:
(1) Kapten Penerbang pada Pesawat Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan pasal 28 hanya dapat menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang setelah dilakukan Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan oleh Pejabat Karantina Kesehatan.
(2) Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memperoleh Persetujuan Karantina Kesehatan.
(3) Persetujuan Karantina Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
- persetujuan bebas karantina, dalam hal tidak ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau Dokumen Karantina Kesehatan dinyatakan lengkap dan berlaku; dan
- persetujuan karantina terbatas, dalam hal ditemukan penyakit dan/atau faktor risiko yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau Dokumen Karantina Kesehatan dinyatakan tidak lengkap dan tidak berlaku.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan di Bandar Udara diatur dengan Peraturan Menteri.
- Pasal 32
Pasal 32 UU ini mengatur bahwa:
Kekarantinaan Kesehatan terhadap pesawat udara perang, pesawat udara negara, dan pesawat udara tamu negara diatur dengan Peraturan Menteri berkoordinasi dengan menteri atau lembaga terkait.
- Pasal 35 Ayat (5)
Pasal 35 UU ini mengatur bahwa:
(1) Setiap Kendaraan Darat yang:
- datang dari wilayah yang Terjangkit;
- terdapat orang hidup atau mati yang diduga Terjangkit; dan/atau
- terdapat orang atau Barang diduga Terpapar di dalam Kendaraan Darat,
berada dalam Status Karantina.
(2) Kendaraan Darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebelum menurunkan atau menaikkan orang dan/atau Barang.
(3) Kendaraan Darat yang ditemukan Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat pada Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan.
(4) Setiap Kendaraan Darat di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sewaktu-waktu dapat dilakukan pemeriksaan Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat oleh Pejabat Karantina Kesehatan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan Kekarantinaan Kesehatan di Pos Lintas Batas Darat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
- Pasal 41 Ayat (5)
Pasal 41 UU ini mengatur bahwa:
(1) Setiap Awak, Personel, dan penumpang:
- yang datang dari negara endemis, negara Terjangkit, dan/atau negara yang mewajibkan adanya vaksinasi; atau
- yang akan berangkat ke negara endemis, negara Terjangkit, dan/atau negara yang mewajibkan adanya vaksinasi,
wajib memiliki sertifikat vaksinasi internasional yang masih berlaku.
(2) Setiap Awak, Personel, dan/atau penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang tidak memiliki sertilikat vaksinasi internasional dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan oleh Pejabat Karantina Kesehatan.
(3) Setiap Awak, Personel, dan/atau penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang tidak memiliki sertilikat vaksinasi internasional, dilakukan penundaan keberangkatannya oleh pejabat Karantina Kesehatan.
(4) Terhadap Awak, Personel, dan/atau penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diberikan vaksinasi sesuai persyaratan dan standar yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai tata laksana vaksinasi dan pemberian sertifikat vaksinasi internasional diatur dengan Peraturan Menteri.
(6) Apabila Awak, Personel, dan/atau penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menolak pemberian vaksin maka Pejabat Karantina Kesehatan berwenang mengeluarkan rekomendasi kepada pejabat imigrasi untuk dilakukan pembatalan pemberangkatan.
- Pasal 47
Pasal 47 UU ini mengatur bahwa:
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Barang dalam Alat Angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 46 diatur dengan Peraturan Menteri.
- Pasal 70
Pasal 70 UU ini mengatur bahwa:
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, tata cara pengajuan dan penerbitan, dan pembatalan Dokumen Karantina Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri.
- Pasal 75 Ayat (4)
Pasal 75 UU ini mengatur bahwa:
(1) Pemerintah Pusat mengatur penempatan Pejabat Karantina Kesehatan di Pintu Masuk dalam rangka penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
(2) Pemerintah Daerah mengatur penempatan Pejabat Karantina Kesehatan di wilayah dalam rangka penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
(3) Dalam menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan, Pejabat Karantina Kesehatan berwenang:
- melakukan tindakan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2);
- menetapkan tindakan Kekarantinaan Kesehatan;
- menerbitkan surat rekomendasi deportasi atau penundaan keberangkatan kepada instansi yang berwenang; dan
- menerbitkan surat rekomendasi kepada pejabat yang berwenang untuk menetapkan karantina di wilayah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
- Pasal 77 Ayat (3)
Pasal 77 UU ini mengatur bahwa:
(1) Penelitian dan pengembangan dilaksanakan untuk menapis dan menetapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
(2) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
- Pasal 82 Ayat (4)
Pasal 82 UU ini mengatur bahwa:
(1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk.
(2) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah dengan melibatkan Pemerintah Daerah.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diarahkan untuk:
- meningkatkan mutu pelayanan dan profesionalisme Pejabat Karantina Kesehatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka kerja sama antarnegara baik secara bilateral, regional, dan internasionai;
- meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menunjang peningkatan penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan; dan
- meningkatkan keterpaduan berbagai sektor terkait dalam rangka koordinasi dan kerja sama dalam melaksanakan Kekarantinaan Kesehatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
- Pasal 83 Ayat (3)
Pasal 83 UU ini mengatur bahwa:
(1) Pemerintah Pusat melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pelabuhan, Bandar Udara, dan Pos Lintas Batas Darat Negara.
(2) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Berdasarkan penelusuran tersebut di atas, dapat diketahui bahwa kebutuhan peraturan pelaksanaan dari UU ini sekurang-kurangnya adalah:
– 5 (lima) Peraturan Pemerintah, dan
– 13 (tiga belas) Peraturan Menteri
Meskipun demikian, masih ada berbagai peraturan pelaksanaan yang selama ini telah ada. Peraturan pelaksanaan tersebut masih dapat digunakan untuk menggerakkan UU ini (tentunya sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini), khususnya mengenai karantina udara dan karantina laut, sebagaimana terdapat pada Pasal 95 UU ini yang mengatur bahwa:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang mengatur karantina udara dan karantina laut tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Dengan demikian, tanpa kelengkapan peraturan pelaksanaan, maka UU ini tidak mungkin bisa bergerak. Tanggal 8 Agustus 2021 merupakan ulang tahun ke-3 UU ini, yang merupakan batas waktu untuk melengkapi semua peraturan pelaksanaan yang dibutuhkan.
Terakhir, Pasal 96 Ayat (2) UU ini mengatur bahwa:
“Pemerintah Pusat harus melaporkan pelaksanaan Undang-Undang ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku”.
Harapannya, ketika Pemerintah Pusat melaporkan pelaksanaan UU ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat, maka hasil laporannya adalah pelaksanaan UU ini sangat baik, terutama dan diawali ketika digunakan untuk menyelamatkan nyawa ratusan juta warga negara Indonesia dari ancaman COVID-19.
(Penulis merupakan Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengampu beberapa matakuliah, antara lain Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, dan Perancangan Perundang-undangan. Pendapat pribadi)
*Tulisan ini sebelumnya telah dimuat di media aksioma.co.id dengan judul sama