Edy Susanto, saat ditemui beberapa awak Media Online mengatakan bahwa, kedatangannya bersama tiga orang tersebut memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Situbondo dan menindak lanjuti laporan mengenai penerbitan ratusan sertifikat tanah hak milik perorangan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi karena di hutan lindung tersebut ada program RHL yang dikucurkan APBN sangat besar biayanya dan program tersebut tidak akan berhasil karena masyarakat mengantongi sertifikat.
"Kami selaku pendamping RHL tidak akan melakukan upaya pemaksaan selama kasus sertifikat ini belum selesai, biar nanti, seandainya pihak desa yang benar biar dikembalikan ke desa, dan kalau desa yang salah biar lahan tersebut dikembalikan ke hutan, tergantung hukum nanti yang menentukan," ucapnya.
Terkait kerugian negara, lanjut Edy, siapa yang akan bertanggung jawab ?, apakah pihak perhutani, atau pihak desa?, lahan seluas 59 Hektar di Desa Alastengah ini tidak akan sukses, karena fakta di lapangan, pagi di tanami, malamnya sudah di cabut.
"Fakta dilapangan, patok dibuang, lobang tanaman di tutupi, jadi kerugian negara untuk 59 Hektar di desa alastengah sangat jelas. Munculnya sertifikat kurang lebih 500 sertifikat, namun yang saya pegang saat ini sebagai bukti ada 167 sertifikat," lanjutnya.
Bukan hanya itu saja yang dikatakan Edy Susanto, dia juga menjelaskan bahwa, munculnya polemik sekarang ini adalah miskomunikasi ADM yang tidak paham atas kehancuran hutan. Yaitu tentang pembalakan hutan.
"Kami mengawali kasus sertifikat ini sejak tahun 2017. pada 12/2017 muncul sertifikat Prona dan PTSL. Saya sudah melakukan upaya pelaporan ke KPH Bondowoso namun tidak pernah ada tindakan, dan pada Th 2018 saya menyampaikan lagi kepada KPH Bondowoso tetapi tetap tidak ada tanggapan, pada Th 2019, ada program yang kebetulan saya sebagai pendamping RHL dan pada saat itu kami dihadang oleh warga yang memiliki sertifikat. Pada saat itu juga, kami melakukan pengaduan kepada Polsek Sumbermalang bersama wakil ketua LMDH, dan disitulah baru terbongkar kebenaran tentang munculnya sertifikat di lahan hutan lindung yang pada saat itu ada tiga orang diproses lewat pengaduan," sambungnya.
Saya pendamping RHL, tapi bukan pendamping RHL Internal, lanjut Edy, melainkan pendamping RHL external dibawah naungan BPDAS.
"Yang mengawal anggaran dari dana APBN adalah saya. Saya sampaikan nanti hasil dari proses penyidikan dari kejaksaan ini terkait kerugian negara dengan luas tanah 650 Hektar hancur, ditambah pembalakan liar di petak 6A dan 1A diluar RHL," tutupnya.
Sementara, Wakil Ketua LMDH Sugianto, saat ditanya oleh beberapa awak media tentang kedatangannya ke kejaksaan Negeri Situbondo, mengatakan bahwa Sugianto sebagai saksi yang merasa keberatan dengan munculnya ratusan sertifikat di lahan hutan lindung dan hutan produktif.
"Saya ingin kejelasan, seandainya lahan yang bersertifikat itu milik warga desa alastengah ya pihak perhutani jangan naik ke desa alastengah, dan kalau tanah tersebut milik negara, iya pihak desa jangan menerbitkan sertifikat. Karena dari awal, munculnya sertifikat diketahui pada saat saya membuat lobang untuk ditanami, malah sama warga lobang tersebut ditutup dengan alasan tanah itu sudah bersertifikat. Jadi saya serba salah, gak kerja saya wakil LMDH, mau kerja tanahnya bersertifikat," ucapnya.
Pewarta : Sony Haryono