Okesulsel.com, JAKARTA - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) optimistis pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Sumsel 8 2X620 MW akan tuntas pada kuartal I-2022. Sedangkan progres proyek tersebut diharapkan pada akhir tahun ini akan selesai mencapai 65%, Rabu, (28/10/2020)
Direktur Keuangan Bukit Asam Mega Satria mengatakan, walaupun Indonesia saat ini dihadang dengan persoalan pandemi COVID-19, namun pembangunan PLTU Sumsel 8 masih berjalan dengan baik. Bahkan, progress pembangunannya telah mencapai 45% hingga kini. “Memang ada sedikit penyesuaian waktu, namun diharapkan akhir tahun ini pembangunannya bisa tuntas 65% dan 100% pada kuartal I-2022,” terang Mega Satri dalam acara Konferensi Pers secara Virtual.
Proyek PLTU Sumsel 8 diperkirakan membutuhkan batu bara sebanyak 5,7 juta ton per tahun. Dalam membangun PLTU ini, perseroan menggandeng China Huadian Hongkong Company Ltd dengan membentuk perusahaan konsorsium bernama PT Huadian Bukit Asam Power (HBAP). Proyek ini menelan investasi sekurangnya US$ 1,68 miliar.
Selain membangun PLTU Sumsel 8, perseroan sedang mengerjakan pembangunan rooftop solar di Bandara Soekarno Hatta. Proyek investasi US$ 194.400 ini akan selesai tahun ini. Bukit Asam sebelumnya juga telah memiliki tiga PLTU. Pertama, PLTU Banjarsari yang beroperasi sejak 2015. Lalu, ada PLTU Tanjung Enim yang beroperasi sejak 2012 dan PLTU Pelabuhan Tarahan yang beroperasi sejak 2013.
Lebih lanjut Mega Satria, perseroan juga tengah meningkatkan kapasitas angkutan kereta api batu bara. “Proyek jalur kereta baru Tanjung Enim-Kramasan tersebut ditargetkan selesai pada 2024. Kemudian, perseroan juga sedang membangun jalur Tarahan 2 yang akan selesai pada 2025,” jelasnya.
Selain jalur kereta baru, sambung Mega Satria, perseroan juga akan meningkatkan kapasitas jalur kereta Tanjung Enim-Kertapati dan Tanjung Enim-Tarahan. “Dengan peningkatan kapasitas jalur kereta batu bara, kapasitas angkut perseroan bisa bertambah hingga lebih dari 30 juta ton per tahun,” tegasnya.
Investasi lain yang dilakukan perseroan ini, imbuh Mega Satria, adalah proyek konversi batubara bersama Air Product and Chemicals Inc dan Pertamina. Saat ini, perseroan tengah mematangkan proses front end engineering design (FEED) yang diikuti dengan tahap engineering procurement and construction (EPC).
“Proyek pabrik diperkirakan menelan investasi hingga US$ 3,2 miliar. Pabrik tersebut ditargetkan mulai produksi komersial pada tahun 2025 dengan konsumsi batubara sekitar 6 juta ton per tahun selama minimal 20 tahun. Air Products merupakan pihak yang bertindak sebagai investor bisnis upstream dan downstream,” kata Mega.
Perluas Pasar tahun ini, kata Mega, Bukit Asam berencana menjual batu bara ke beberapa negara baru, seperti Brunei Darussalam, Vietnam dan Australia. Ekspansi ke pasar baru ini dilakukan untuk mengantisipasi penurunan penjualan ke negara tujuan utama yang terkena dampak COVID-19.
Pada semester I-2020, penjualan ekspor mencapai 5,2 juta ton. Jumlah ekspor tersebut mencapai 41,4% dari penjualan keseluruhan yang mencapai 12,5 juta ton hingga Juni 2020. Sementara untuk penjualan batu bara domestik masih menjadi prioritas perusahaan dengan porsi sebanyak 58,6% atau sekitar 7,3 juta ton.
“Dari sisi produksi, perseroan memproyeksi produksi batubara sebanyak 25 juta ton tahun ini. Hingga Juni 2020, tercatat sebanyak 11,9 juta ton. Kemudian kapasitas angkutan batu bara mencapai 11,7 juta ton di periode yang sama,” pungkas Direktur Keuangan Bukit Asam Mega Satria.