OkeSulsel.Com, Buton Tengah - PT Agra Morini Indah (PT.AMI) yang beralamat di desa Wulu, Kecamatan Talaga Raya, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dan perwakilan pemilik lahan, tanaman produktif di desa Wulu (Larurano) dan tanaman rumput laut masyarakat Talaga Raya berinisial Z warga Talaga I, Kecamatan Talaga Raya, diduga tidak transparan dalam pembayaran ganti rugi lahan pada pemilik lahan yang digarap untuk eksplorasi pertambangan Nikel.
Salah satu pemilik lahan/kebun Mansur (50) kepada okesulsel.com menuturkan pembayaran ganti rugi sebenarnya sejak tahun 2013, sebagian sudah dibayarkan tetapi mandek, jadi di tahun 2019 sampai 2020 kemarin ada pengurusnya (perwakilan masyarakat) dengan PT AMI.
“Mereka sepakat dengan pengurus yang pertama, di bayar cicil, perton, 1.500 rupiah perton ore nikel, hitungan pertongkang itu yang di bayar, ini kesepakatanya dengan pengurus, jadi setelah pengurus ini sudah oke sudah buat perjanjian, ternyata ada dugaan PT AMI dan pengurus ini tidak terbuka dengan yang punya lahan atau yang punya hak,” Jelas Mansur melalui sambungan teleponya, Jumat (22/1/2021)
.
Mansur menjelaskan sejak awal sudah terjadi praktek yang tidak transparan, pengurus atau perwakilan ini juga diduga tidak memiliki lahan, hanya di percayakan saja dari salah satu mantan anggota DPRD Buton
.
“Seharusnya kemenakanya Pak H mantan anggota DPRD ini mengembalikan lebih dahulu kepada pemilik lahan, bahwasanya telah memundurkan diri, harusnya pemilik lahan memilih kembali, setelah dia urus ini pak Z yang dipilih, dia mengurus atasanama pemilik lahan dengan perusahaan tanpa sepengetahuan pemilik lahan” Jelasnya lagi
.
Jadi setelah dibayar hasilnya (dengan dicicil) lanjut Mansur, dia (Z) tidak pernah memanggil pemilik lahan bagaimana hasilnya, tanpa persetujuan yang punya, artinya ada dugaan kesepakatan ini sepihak, kemungkinan ada pemilik lahan tapi yang hanya dekat sama dia, pengurusanya secara umum seharusnya semua dipanggil
.
“Menurut dugaan kami perusahaan telah membayar dengan dicicil, dengan janji oleh pengelola akan dibayarkan pada akhir tahun 2020 kemarin (bulan desember) ternyata hanya iming-iming saja alias dijanji” Paparnya
.
Sebagai pemilik hak atas tanah yang dikelola PT AMI Mansur mengaku pernah pergi bertanya lansung kepada Z tapi saya tidak diberi bukti yang saya inginkan seperti surat perjanjian soal lahan yang akan diselesaikan pada akhir tahun 2020
.
“Seharusnya yang mau dilunasi itu yang kami tahu sebagai masyarakat pemilik lahan, bahwa utangnya perusahaan itu dari tahun 2013 tinggal 9 milyar lebih, pemilik lahan ada 2 kelompok, tapi sebenarnya ada 3 kelompok yaitu kawasan peroroa, kawasan larurano dan kawasan petani rumput laut” Ujarnya .
Keberadaan PT AMI sebelum Buton Tengah mekar dari daerah induknya kabupaten Buton, gencar di demo pada tahun 2013 saat itu, 2,5 milyar pertahun, 2 kali bayar tapi terjadi kemandekan, karena perusahaan sudah stop saat itu, jadi kegiatan perusahaan mulai lagi pada tahun 2019 sampai sekarang belum ada ganti rugi lahan
.
“Sebelumnya juga kami sudah melakukan pertemuan secara kekeluargaan dengan di mediasi oleh ketua DPRD di Mawasangka bersama direktur PT.AMI La Ode Darwin, SP dan Pak Ali HRD, dengan Masyarakat termasuk pengelola, disanalah Z memberikan surat perjanjian ganti rugi” Katanya
.
Pihak perusahaan saat mediasi kata Mansur meminta dirinya mengumpulkan semua data, ternyata sampai sekarang tidak ada mansur menduga ada permainan antara pengelola dan perusahaan
.
“Saya palang lokasi tanggal 16 januari kemarin itu lahan, rencana besok lagi (23/1/2021) akan memalang lokasi tambang, karena kemarin kami sudah buat pernyataan bahwa tanggal 23 kita akan negosiasi lagi, sampai selesai” Jelasnya
.
Mansur berharap pihak PT AMI dan perwakilan masyarakat dapat membayar lunas lahan warga, termasuk transparan dalam pengelolaan anggaran terhadap pemilik lahan.
“Harapan saya kepada perusahaan dan pengelola hak tanah atas masyarakat untuk transparan dan membayar lunas tanah masyarakat yang dikelola PT AMI, masyarakat hanya terlena dengan janji manisnya ini pak Z kemenakanya pak H.” Tuturnya .
Menurut Mansur setelah mempelajari perjanjian ada uang yang diduga digelapkan sebesar 4 milyar 6 ratus sekian, setaunya dan sebagai masyarakat ada 9 milyar lebih, utang pihak perusahaan dan setelah membaca surat perjanjianya tertanggal 7 Desember 2019 ternyata berkurang
.
“Ternyata tinggal 5 milyar berarti ada dugaan 4 milyarnya digelapkan, bunyinya 4 milyar ini sudah dilunasi tapi tidak sampai di tangan masyarakat, Keluargaku juga sebenarnya mereka pak H ini pamanku juga, tapi Saya punya anggota memiliki 49 kebun 50 dengan saya pemilik kebun kadang 2 dan 3 kalau orangnya mungkin tidak cukup 50, secara keseluruhan lahan kebun ada 113 lahan, dan petani rumput laut 131, saya harap ada realisasi ganti rugi” Tutupnya.
Saat dihubungi, Perwakilan PT AMI, Ali belum dapat memberi keterangan resminya.
"Untuk soal ini sekalian besok saya konfirmasi, sementara saya dalam perjalan menuju site, besok baru on site," Singkatnya.(Dzabur Al-Butuni)