Kota Bengkulu,Okesulsel.com – Dewan Provinsi Bengkulu menghadiri panen Labu Madu di Kelurahan Dusun Besar Kecamatan Singaran Pati Kota Bengkulu, Sabtu, (26/06/2022)
Namun ternyata, di balik manisnya labu madu yang dipanen, ada derita petani yang mengeluhkan kecilnya debit air yang mengalir ke persawahan mereka. Kondisi ini diduga sebagai salah satu dampak turunnya status kawasan Danau Dendam Tak Sudah (DDTS) menjadi Taman Wisata Alam (TWA), yang sebelumnya merupakan kawasan Cagar Alam (CA).
Sebagaimana diungkapkan Hendri Yulkan, salah satu petani Dusun Besar, bahwa ada ratusan hektare areal persawahan milik petani yang pengairannya bergantung dengan DDTS dan kini tanaman padinya terancam gagal tumbuh.
“Jadi inti dari persoalan petani di sini adalah irigasi air yang sejak alih status debit air di DDTS tidak lagi mampu mengairi kawasan persawahan. Di mana ada sekitar 250 hektare areal persawahan mulai dari Dusun Besar, Panorama, hingga Semarang, dan kawasan Tanjung Jaya.
Ada ratusan petani yang menggantungkan hidupnya dari sawah yang ada di sini dan sejak alih status kemudian adanya pengalihan aliran air Sungai Bengkulu ke Danau Dendam yang diduga kepentingan pihak pengembang perumahan di Bengkulu, sehingga akibat adanya perubahan aliran air itu, debit air DDTS menjadi mengecil hingga tidak mampu lagi mengairi kawasan persawahan yang ada,” ungka Hendri saat panen Labu Madu bersama Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu Sefty Yuslinah dan HKTI.
Ditegaskan Hendri, dirinya sangat mendukung kawasan DDTS statusnya diturunkan menjadi TWA, pun demikian dengan rencana pengembangan DDTS menjadi destinasi wisata unggulan di Provinsi Bengkulu. Namun ia berharap hal itu tidak mempengaruhi jumlah debit air yang mengalir ke lokasi pertanian mereka.
“Kami berharap dengan kehadiran Ibu Sefty bersama HKTI maka apa yang menjadi keluhan petani bisa sampai pada gubernur dan dapat dicarikan solusi agar sawah kami yang merupakan sawah irigasi ini bisa teraliri air lagi,” harap Hendri.
Terhadap kondisi air yang minim, pihaknya sudah pernah mengusulkan pembangunan sumur bor, namun diakuinya hal itu sulit terealisasi sebab sawah mereka merupakan sawah irigasi, bukan sawah tadah hujan. “Sebab kita ini persawahan irigasi air,” sebutnya.
Kendati demikian, Hendri dan petani lainnya terus berinovasi memanfaatkan lahan mereka dengan membuat kebun Labu Madu dan juga Semangka. Ia berharap inovasi ini mendapat dukungan dari pemerintah karena berpotensi menjadi kawasan agro wisata.
Ditambahkan Mustafa atau akrab disapa Do Buyung, petani Panorama, jika dalam beberapa hari ke depan hujan tidak turun, kawasan persawahan di Panorama terancam mengering.
“Kalau dua hari lagi enggak juga hujan, maka padi yang baru kami tanam dipastikan akan mati. Sekarang saja sawahnya sudah kering kerontang. Kemudian ada juga siring yang dari danau itu sudah tertutup sampah yang sangat banyak, hingga sedikit menyumbat distribusi air ke areal persawahan,” tambahnya.
Sementara itu, Sefty Yuslinah mengaku kaget kalau petani di kawasan DDTS dan sekitarnya krisis air. Sebab yang ia tahu sejak dulu DDTS berfungsi sebagai sumber air kawasan persawahan.
“Jadi dengan adanya perubahan status DDTS ini dari CA menjadi TWA hendaknya tidak mengorbankan ratusan petani yang menggantungkan periuk nasinya di sini. Sebab setahu saya, sejak dulu meskipun kemarau sawah di sini akan terus panen. Namun saya baru tahu kalau sekarang ternyata sudah berubah, karena debit air danau yang semakin kecil dan mengakibatkan ratusan petani kita di sini menjadi kesulitan,” tuturnya.
Aspirasi petani akan disampaikan Sefty ke pemerintah daerah agar segera ditindaklanjuti. “Jangan sampai petani kita gagal tanam dan kawasan persawahan DDTS ini sangat luas serta indah, jika mampu dimaksimalkan maka akan berpotensi jadi destinasi wisata agro yang sangat bagus dan lokasinya di tengah kota,” kata Sefty.
Ketua DPC HKTI Kota Bengkulu Supratman menegaskan kawasan persawahan di Kota Bengkulu wajib diselamatkan sebagai upaya mendukung kedaulatan pangan.
“Kawasan pertanian harus dipertahankan, bahkan ditambah, bukan malah kawasan pertanian ini berkurang setiap tahunnya. Jika persoalan ini tidak segera diatasi, maka surga di balik Danau Dendam ini lambat laun terancam hilang. Kami DPC bersama DPD HKTI provinsi akan menyampaikan persoalan petani ini kepada Gubernur Rohidin secepatnya,” tegas pria yang akrab disapa Pak RT ini.
Penegasan yang sama juga disampaikan Sekjen DPD HKTI Provinsi Bengkulu Zulfadli Manan yang akan mengagendakan audiensi dengan gubernur.
“Persoalan ini petani di sini adalah debit air. Sebab itu, DPD dan DPC HKTI akan mempelajari dan memperjuangkan aspirasi yang jadi keluhan petani. Secepatnya kita HKTI provinsi akan mengagendakan untuk audiensi dengan Gubernur Bengkulu guna mengatasi persoalan ini,” tukasnya.