Prof. Dr. Slamet Riadi, M. Si, Pengamat Kebijakan Publik Untad. |
Okesulsel.com, MAKASSAR -- Langkah pemerintah mengalihkan subsidi BBM ke dalam bentuk bantuan sosial berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan yang lainnya, menjadi alasan dikeluarkannya kebijakan penyesuaian harga BBM jenis Pertalite, Solar dan Pertamax. Penyesuaian harga (kenaikan harga) BBM tersebut imbasnya, muncul reaksi protes di berbagai kota dan daerah di Indonesia. Di Makassar, ibukota Provinsi Sulsel misalnya, terjadi gelombang unjukrasa mahasiswa berbagai perguruan tinggi.88
Sesuai pantauan media ini, aksi demo atau unjukrasa di Makassar telah berlangsung beberapa hari di berbagai titik (lokasi). Komunitas mahasiswa turun ke jalan diantaranya, di Jln Perintis Kemerdekaan, depan Kampus UNHAS (Universitas Hasanuddin), di Jln Urip Sumoharjo, depan Kampus UMI (Universitas Muslim Indonesia).
Selain itu, aksi demo juga terjadi di Jln AP Petta Rani, depan Kampus UNM (Universitas Negeri Makassar), di Jln Sultan Alauddin, dekat Kampus Unismuh (Universitas Muhammadiyah) Makassar dan di lokasi lainnya yang tak disebutkan semua.
Terkait dengan kenaikan harga BBM tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Tadulako (Untad) Kota Palu, Prof. Dr. Andi Slamet Riadi Cante, M. Si yang dihubungi via ponselnya, Senin, (19/9-2022), berkomentar.
Ini aksi unjukrasa BBM di Jln Perintis Kemerdekaan, depan Kampus UNHAS Makassar, beberapa waktu lalu (Foto: ABDUL/Okesulsel.com). |
Dimanfaatkan untuk Kepentingan Politik
Profesor Slamet Riadi menegaskan, kebijakan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial bagi warga miskin sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM harus dipastikan tepat sasaran.
Guru besar Adminstrasi Publik Untad itu melihat, kebiasaan bantuan sosial sebelumnya cenderung digelontorkan tidak proporsional.
"Banyak masyarakat miskin yang seharusnya mendapatkan bantuan, tetapi faktanya, mereka tidak terima. Olehnya itu, harus dipastikan penyaluran bantuan tersebut berbasis by name by addres, ” tegas guru besar asal Sulawesi Selatan itu.
Akademisi dari FISIP Untad yang juga sering didaulat sebagai analis politik ini memberikan isyarat agar bantuan sosial (bansos) ini tidak ditunggangi kepentingan politik oleh oknum atau elemen tertentu.
"Jangan sampai bantuan sosial ini justru dimanfaatkan oleh elemen tertentu, untuk kepentingan politiknya menjelang Pemilu 2024," tandasnya kritis.
Slamet Riadi juga menilai kenaikan harga BBM ini menjadi dilematis akibat pengalihan subsidi BBM nilainya relatif cukup tinggi. Olehnya itu, katanya, pemeritah juga patut mempertimbangkan efek dominonya seperti kenaikan harga kebutuhan pokok dan dampak inflasi yang cukup tinggi.
Profesor Slamet Riadi berpendapat, sebaiknya alokasi pendanaan untuk pengembangan infrastruktur di tunda dan dialihkan untuk subsidi BBM. Agar subsidi BBM tetap sasaran maka sebaiknya kendaraan dinas dan kendaran yang memiliki 2000 CC ke atas harus di dorong menggunakan BBM non subsidi. (*).
Penulis: Suci Sri Wahyuni
Editor: ABDUL
Informasi: Hasil wawancara ini juga tayang di NUANSABARU.ID, Media Grup Okedulsel.com.