Ketum PJMI, Bakri Remmang (tengah, samping Anies Baswedang) ketika menghadiri Rapimnas JMSI, sebuah Organisasi Perusahaan Pers di Jakarta, beberapa waktu lalu. (Foto: Dokumen NUANSABARU.ID) |
Okesulsel.com, JAKARTA -- Kekerasan terhadap wartawan yang tengah melakukan tugas jurnalistik, masih saja terus terjadi. Apalagi pada momen--momen tegang dan sensitif. Momen kejadiannya, aksi unjukrasa BBM di depan Kantor DPR Aceh (DPRA).
Kali ini menimpa, Indra Wijaya, seorang wartawan Harian Serambi Indonesia Aceh. Ponsel atau HP-nya yang dilengkapi dengan fitur kamera dan rekaman audio-video dipukul atau ditampar oleh seorang oknum berpakaian biasa (preman) yang diduga kuat petugas dari kepolisian.
Akibatnya, HP Android Indra Wijaya jatuh terhempas di aspal sehingga layarnya pecah. Praktis, Siaran live striming momen unjukrasa di facebook Harian Serambi Aceh terputus. Kepekaan jurnalis seorang Indra Wijaya untuk menangkap momen berita yang menjadi attensi publik pupus seketika.
Menyimak informasi itu, sedikitnya 2 organisasi wartawan, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Pimpinan Pusat organisasi kewartawanan PJMI (Perkumpulan Jurnalis Mediasiber Indonesia) konsen bereaksl.
Yang sempat dihubungi media ini, Ketua Umum PJMI, Bakri Remmang di Kantor Pusatnya, Jakarta, Jum'at, (9/9-2022). Ketum PJMI, Bakri Remmang mengecam keras tindakan yang dilakukan oknum yang diduga aparat kepolisian itu.
Bakri Remmang menegaskan, tindakan merampas, merusak, dan menghalang-halangi kerja wartawan tidak dapat ditolerir dan itu jelas melawan hukum. Wartawan itu, katanya, dalam melaksnakan tugas-tugas jurnalistiknya dijamin undang-undang.
"Wartawan itu bekerja diatur oleh Undang-Undang
Pokok Pers Nomor 40 tahun 1999, " jelasnya via ponselnya kepada Okesulsel.com.
Oleh karena itu, pucuk pimpinan pusat organisasi wartawan media online ini mendesak pihak kepolisian di daerah ini untuk mengusut tuntas siapapun pelakunya.
”Kapolda Aceh harus mengusut tuntas insiden ini, siapapun pelakunya. Kalau benar pelakunya adalah oknum kepolisian, harus diberikan sanksi tegas. Sebab, jelas sekàli bahwa apa yang dilakukan oknum tersebut bertentang dengan hukum atau merupakan tindakan yang melawan hukum,” tegas Ketum PJMI, Bakri Remmang yang mengaku sebelumnya juga telah dihubungi sejumlah wartawan.
Ketum PJMI, Bakri Remmang (Foto: Dok. PJMI Pusat).
Bakri Remmang yang merupakan Pemimpin Redaksi 2 media besar, Beritanasional.id dan JBN Indonesia.com menilai kejadian yang menimpa wartawan yang sedang menjalankan tugas tentu akan menjadi potensi ancaman terhadap kebebasan pers yang dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999.
“Kalau insiden ini tidak diusut maka akan mengancam kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi. Oleh karenanya, harus menjadi perhatian kita semua, perhatian para insan pers," tandasnya sembari menambahkan bahwa khusus kepada pihak Polri yang selama ini sebenarnya bermitra dengan baik dengan pers harusnya ikut prihatin dan mengusut tuntas kasus ini.
Bakri Remmang yang juga dikenal sebagai wartawan senior berkualifikasi wartawan utama dari Dewan Pers ini mendukung penuh PWI Aceh untuk mendesak Kapolda Aceh menuntaskan kasus pengrusakan perangkat kerja wartawan Harian Serambi Indonesia itu.
Sebagamana dilansir Beritanasional.id sebelumnya bahwa kasus yang menimpa wartawan Harian Serambi Indonesia, Indra Wijaya, secara tegas PWI Aceh menyatakan mengecam tindakan yang dilakukan oknum anggota Polri di lapangan karena jelas-jelas melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,” kata Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin pasca kejadian.
Ketua PWI Aceh berharap Kapolda Aceh dan jajarannya untuk menindak tegas oknum anggota Polri yang telah merusak alat kerja wartawan karena apa yang dilakukannya telah menghalang-halangi tugas wartawan dan menyumbat hak masyarakat untuk tahu.
Dikutip selintas tentang kronolis kejadiannya, bahwa Pemred Harian Serambi Indonesia membenarkan, sekitar pukul 13.00 WIB, hari itu, Rabu, (7/9-2022), wartawannya Indra Wijaya tiba di sekitar Gedung DPRA untuk meliput demo mahasiswa tentang kenaikan harga BBM.
Dengan menggunakan kamera HP, Indra Wijaya merekam video suasana massa di depan Gedung DPRA. Sekitar pukul 13.30 WIB suasana demo mulai menegang. Massa bergerak menuju pintu gerbang utama DPRA.
Ketika massa hendak masuk, massa dihadang oleh polisi. Massa pengunjukrasa hanya diberi ruang kepada 10 orang mahasiswa sebagai perwakilan untuk audensi dengan pihak DPRA. Massa tidak terima, sehingga mendobrak pintu pagar gedung agar bisa masuk ke dalam gedung DPRA
Melihat aksi yang memanas itu, naluri jurnalistik seorang Indra Wijaya muncul untuk merekam dan melakukan live streaming Facebook untuk Serambi Indonesia.
Kinerjanya pun berjalan. Sayangnya, begitu siaran langsung tersebut hampir memasuki menit ke-9, kamera Indra Wijaya mengarah ke beberapa mahasiswa yang diamankan polisi. Tiba-tiba saja seorang oknum berpakaian preman (pakaian bebas, bukan uniform Polri), memukul HP di tangan Indra Wijaya.
Akibatnya, HP wartawan itu jatuh terhempas di aspal jalan dan bagian layarnya pecah. Siaran langsungnya pun terputus seketika dan serta-merta Indra Wijaya mengambil HP yang sudah tergeletak di aspal, lalu berupaya menyelamatkan diri ke depan halte, dekat Kantor Bulog yang bersebelahan dengan Gedung DPRA. Tak lama berselang, laporan insiden itu diterima pimpinannya di Harian Serambi Indonesia. (*)
Penulis: RENALDI
Editor: ABDUL
Informasi: Berita ini juga tayang di NUANSABARU.ID, Media Grup Okesulsel.com.