|
Okesulsel.com, INDONESIA - Membuat konsep yang matang dan elegan tentu tidak mudah karena memerlukan penalaran dan kajian yang serius. Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dinilai berhasil membuat konsep Presisi sebagai sebuah jargon yang elegan dan brilian untuk dipedomani Polri.
Kata presisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan akurasi atau ketepatan dan atau ketelitian. Dari kata presisi itu saja bisa dimaknai bahwa dengan slogan ini polisi dalam bersikap diharapkan mengutamakan akurasi, ketelitian dan ketepatan.
Selanjutnya, PRESISI sebagai akronim (singkatan) dari Prediktif, Responsibilitas, Transparansi dan Berkeadilan. Jikalau Presisi dimaknai secara sepintas, seperti berikut ini.
Prediktif dari asal kata prediksi, bermakna orang yang pemikirannya tajam dalam memprediksi suatu masalah. Kemudian, Responsibilitas dari kata respon (tanggapan) maka responsibilitas itu bermakna tanggap atau kepekaan merespon suatu masalah. Kalau diuraikan lagi responsibilitas itu berarti, kepekaan atau sensitifitas untuk menelaah suatu masalah dengan cepat-tanggap.
Berikutnya, transparansi dari kata transparan (terbuka). Jadi transparansi berarti keterbukaan dalam setiap masalah atau kebijakan. Kemudian yang terakhir, berkeadilan. Sebagai negara hukum, dalam menangani dan menyelesaikan suatu kasus diupayakan adil atau berkeadilan.
Kesimpulannya, slogan Presisi Polri konsep Kapolri, Listyo Sigit Pabowo, sekali lagi, merupakan konsep elegan dan brilian yang layak jadi pemandu sikap dan kinerja kepolisian untuk mewujudkan Polri yang prediktif, renponsip, tranparan dan berkeadilan.
Menariknya, Jargon Presisi itu kini sudah cukup memasyarakat dan nyaris selalu menjadi motivasi aksi spontan berupa 'Salam Presisi' dalam sesi pengambilan gambar (foto). Ketika ada momentum seremonial atau ramai-ramai, bukan hanya pada kegiatan kepolisian saja, akan tetapi juga kegiatan masyarakat .
Mereka biasanya suka ber-Salam Presisi. Yakni mengepalkan tangan kanan melintang di depan dada secara serentak sembari foto bersama. Maknanya sebagai refleksi kebersamaan dan penyemangat.
Geliat dan Tantangan Slogan Presisi
Mengutip kandungan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002, Pasal 2 dan Pasal 13, yang menyatakan, fungsi dan tugas pokok Polri dari negara adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Dengan tugas dan fungsi yang cakupannya luas, strategis dan menentukan itu, nyaris seluruh aktifitas masyarakat kehadiran personel kepolisian dibutuhkan. Baik dalam suasana damai maupun terjadi kasus atau bencana. Peran petugas kepolisian dibutuhkan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, penanganan kasus dan penegakan hukum.
Menghadapi masyarakat yang heterogen, polisi harus siap menerima beragam respon dari masyarakat, baik positif maupun negatif. Mulai dari pujian dan sanjungan hingga kritik tajam bahkan dalam bentuk protes dan unjukrasa. Dalam konteks inilah Jargon Presisi akan teruji, sukses atau tidaknya melintasi tantangan-tantangan kredibiltas tersebut.
Harus diakui, pada masa kepemimpinan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sejumlah terobosan ataupun inovasi-inovasi yang patut diapresiasi. Polri menggelar berbagai kegiatan yang terbuka untuk masyararat. Diantaranya, digelar Festival Mural, Lomba Pembuatan Film Pendek, Lomba Orasi Unjukrasa dan banyak lagi kegiatan lainnya.
Untuk mewujudkan Presisi Polri itu, dalam berbagai kesempatan Kapolri Listyo Sigit Prabowo terus menyerukan kepada jajarannya agar bersikap dan berperilaku yang humanis, berintegritas dan inspiratif agar dicintai masyarakat. Kapolri juga kerap menyampaikan kepada seluruh Polda Jajaràn agar senantiasa turun ke masyarakat, transparan dan tidak anti kritik.
Sebenarnya obsesi (keinginan kuat) seorang Kapolri mengusung tagline Presisi telah telah didukung jajarannya. Kalau pun muncul kasus yang melibatkan pejabat atau personel Polri, itu hanya oknum dan situasional. Bahkan bagi oknumnya yang melanggar dipastikan akan disanksi tegas.
Sebagai illustrasi, ditampilkan 4 momen peristiwa sederhana di wilayah Polda Sulsel, yang menyiratkan makna polisi yang presisi. Seorang pemulung, Pak Tua, motor viarnya mogok di tengah Jl AP. Pettarani Makassar.
Kasie Humas Polres Gowa, AKP Hasan Fadhlyh dan staf yang melintas melihat ortu tersebut kesulitan mendorong motornya. Kasie Humas itu tanggap dan langsung berhenti membantu Pak Tua mendorong motornya ke tepi jalan hingga aman. (Maknanya: responsip dan suka menolong).
Momen kedua, Nurhayati (32 tahun), ibu rumah tangga di Makassar beranak 5 orang ditinggal pergi suaminya. Ia jadi tulangpunggung keluarga. Ketika melahirkan dan kesulitan biaya hingga ngutang Rp 2 jutaan. Tak sanggup bayar utang, ia terpaksa mencuri handphone, milik Briana di Jl Sukaria. Korban Briana yang dipertemukan di Mapolrestabes Makassar justru iba melihat ibu-ibu tersebut sehingga mencabut laporannya.
Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Budhi Haryanto tanggap dan bijak, mengupayakan jalur restorative justice. Akhirnya, tersangka Nurhayati bebas. (Maknanya: human interst alias manusiawi).
Momen ketiga, seremonial. Kapolres Wajo, Sulsel, AKBP H. Facthur R, SH, MH, memimpin Upacara PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) seorang stafnya bernama, Bripka Patonangi, SH, Senin, (10/10-2022), karena pelanggaran. PTDH-nya berdasarkan SK Kapolda Sulsel Kep/691/VIII/2022, tanggal 28 Agustus 2022. (Maknanya: tegas menindak anggota yang melanggar).
Momen keempat, Senin, (17/10-2022), Kapolda Sulsel, Irjen Pol
Nana Sudjana didampingi Kabid Humas, Kombes pol Komang Suatana menjenguk oknum HR yang dirawat di RSKD Dadi Makassar, diduga sakit
jiwa yang coret Mapolres Luwu. (Maknanya: Kapolda Sulsel tanggap dan manusiawi)
Kembali ke Jargon Presisi bahwa tahun 2022 ini, sedikitnya menghadapi 2 kasus pelik sebagai ujian, yakni Kasus Pembunuhan Brigadir5 Nofriansyah atau Brigadir J dan Tragedi Kanjuruhan. Dalam uraian ini bukan untuk mengutak-atik kedua kasus itu, namun merangkum data dan informasi bagaimana wujud dan hasil penanganan Polri berikut respon sejumlah pihak.
Tak bisa dipungkiri Polri dinilai banyak pihak telah berhasil lolos dari 2 ujian berat tersebut. Dalam hal ini Polri telah berhasil menangani kasus itu dengan benar, transparan dan tidak memihak sekalipun kepada perwira tinggi di jajarannya yang terlibat.
Indikasi keberhasilan Polri dapat dilihat diantaranya, semua oknum yang terlibat tanpa pandang bulu telah ditetapkan sebagai tersangka dan diproses hukum sebagaimana mestinya. Lebih khusus, mantan Kadiv Propam, FS disanksi tegas dengan PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) atau istilah awamnya dipecat dari dinas kepolisian.
Bahkan, ketika FS mengajukan upaya banding tentang pemecatannya itu, langsung ditolak dan tak diberikan toleransi. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Inspektur Jenderal Polisi Dedi Prasetyo ketika itu mengatakan, keputusan PTDH tersebut sudah final dan mengikat.
Keseriusan Polri dalam menindak tegas dan mengusut tuntas perkara ini terwujud dari ditolaknya banding PTDH, FS. "Polri sejak awal komitmen untuk mengusut tuntas dan menindak tegas siapapun yang dianggap tidak profesional maupun terlibat dalam kasus itu," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, saat itu kepada awak media di Jakarta, Kamis, (22/9-2022).
Sementara itu, pakar Kebijakan Publik Universitas Tadulako (Untad) Palu, Suteng, Prof. Dr. Andi Slamet Riadi, M. Si yang dimintai tanggapannya tentang penanganan kasus itu, Sabtu, (15/10-2022), berkomentar. Ia menilai kinerja Polri cukup transparan dan patut dihargai.
"Publik patut mengapresiasi kinerja institusi Polri dalam proses penanganan FS (maksudnya Ferdy Sambo) dan tersangka lainnya. Tinggal kita menunggu transparansi akhir dari penanganan kasus ini. Terutama pada institusi pengadilan, apakah hukuman yang dijatuhkan sesuai perbuatan yang dilakukan oleh para tersangka," ujar Slamet Riadi via ponselnya.
Demikian juga Tragedi Kanjuruhan yang menelan korban tewas hingga 130-an orang, Pengamat Kebijakan Publik Slamet Riadi menitipkan pesan ke institusi kepolisian. "Siapapun yang dinilai terlibat pada Tragedi Kanjuruhan harus diproses dan dihukum secara transparan sebagai wujud komitmen Polri dengan tagline-nya PRESISI, " harap Guru Besar Untad itu.
Indikasi lain yang menunjukkan kepuasan umumnya masyarakat terhadap kinerja Polri dalam penanganan kasus FS -- kasus yang cukup menyita perhatian publik -- hasil survei sebuah lembaga survei kredibel dan juga pendapat seorang Peneliti Kajian Politik dari Universitas Indonesia.
Panel Survei Indonesia (PSI) telah melakukan survei terkait kinerja Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam penanganan kasus kematian Brigadir Nofriyansyah atau Brigadir J. Berdasarkan hasil survei, publik puas dengan kinerja Polri dalam kasus tersebut.
Koordinator Panel Survei Indonesia (PSI), Yuswiryanto, (15/9-2022), lalu, mengatakan, sebanyak 76,7 prosen responden puas dan hanya 17,1 prosen tidak puas serta 6,2 prosen tidak menjawab. Survei ini dilakukan dengan responden sebanyak 1.580 orang yang tersebar di 302 kanupaten/kota pada 34 provinsi di Indonesia.
Penjaringan warga negara Indonesia sebagai objek survei dilakukan dengan metode multistage random sampling dan hasil survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error 2,48 persen.
Menanggapi hasil survei tersebut, Peneliti Kajian Politik Universitas Indonesia (UI), Fuadil 'Ulum menilai hasil survei itu sudah tepat. "Sudah benar dan tepat dari survei PSI yang menyebut Polri sudah bekerja dengan transparan dan terbuka dalam menuntaskan kasus pembunuhan Brigadir J,” kata Fuadil, peneliti dari UI tersebut.
Menko Polhukam Apresiasi Kerja
Keras dan Profesionalitas Polri
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud, MD menilai kinerja Polri cukup baik soal penanganan perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Pernyataan tersebut disampaikan ketika Rapat Dengar Pendapat dengan DPR R.I.
Demikian juga ketika kasus siap dilimpahkan ke pengadilan (P- 21) Mahfud MD memberikan apresiasi kepada Polri dan Kejagung yang telah bekerja keras, tapi tetap teliti dan profesional dalam menangani kasus ini. Mahfud MD juga mengapresiasi Polri yang turut memproses pelanggaran kode etik dalam kasus tersebut.
"Kita apresiasi Polri dan Kejagung yang telah bekerja keras, tapi tetap teliti dan profesional," ujarnya ketika itu, (28/9-2022), Sembari menyebutkan yang terlibat dalam kasus ini 5 (lima) tersangka pembunuhan berencana dan 7 ( tujuh) tersangka untuk obstruction of justice.
Transparansi dan komitmen Polri mengahadapi kasus besar yang jadi ujian dan tantangannya juga dinilai berhasil dituntaskan dalam kasus kerusuhan suporter di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang, Jatim. Karena keterbatasan ruang sehingga hanya akan ditampilkan garis besar hasil proses finalisasi penuntasan kasus tersebut tanpa menampilkan respon publik.
Sebagaimana telah dipublikasi berbagai media, dari Tragedi Kanjuruhan yang up date menelan korban tewas 131 orang dan ratusan korban luka/perawatan, Kapolri, Listyo Sigit Prabowo telah mengumumkan penetapan 6 (enam) tersangka pidana ketika itu, dan 3 diantaranya perwira menengah kepolisian.
Keenam tersangka yang dimaksudkan, Dirut PT LIB berinisial AHL, Ketua Panpel Pertandingan Arema FC, AH, Kabag Ops Polres Malang, Kompol WSP, Kasat Samapta Polres Malang, AKP BSA, Komandan Kompi (Danki) Brimob Polda Jatim, AKP H dan Security Officer Stadion Kanjuruhan, SS.
Selebihnya, 20 personel kopolisian yang diduga melanggar etik juga diproses. Jelasnya, 6 personel Polres Malang yakni, FH, WS, BS, BSA, SA dan WA. Sedangkan 14 personel dari Satuan Brimob Polda Jatim yakni, AW, DY, HD, US, BP, AT, CA, SP, MI, MC, YF, TF, MW dan WAL.
Kesemua oknum yang terlibat ini merupakan temuan hasil kerja bareng Mabes Polri dan TGIPF (Tim Gabungan Independen Pencari Fakta) yang diketuai Mahfud, MD, didukung Polda Jatim dan Polres Malang. (*).
Penulis/Editor: ABDUL MUIN L.O